Catatan Akhir Tahun Rameune
Oleh : Masluyuddin, SE
Perbankan di Aceh Sedang “Kacau Balau”
CATATAN berikut ini, bisa jadi bagi sebagian pembaca tidak terlalu penting, tetap penulis yakin bagi sebagian lainnya justeru sebaliknya. Bahkan (mungkin) bisa jadi menarik sekaligus mengusik sosio-ekonomic sebagian masyarakat, khususnya orang akrab dengan dunia perbankan (baca pengguna media e-transaksi).
Sebelumnya penulis tidak ambil pusing dengan apa yang banyak dikeluhkan sebagian nasabah perbankan di Aceh Selatan. Tetapi saya menduga, nasabah perbankan di Aceh juga mengeluh. Karena daerah di ujung barat di Republik Indonesia ini telah meregulasi perbankannya menjadi sistem Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sesuai dengan qanun nomor 11/2018.
Qanun itu, merupakan peraturan perundang-undangan yang menindaklanjuti qanun tentang pokok-pokok syariat Islam bagi lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh dengan nomor 8 tahun 2014.
Persoalannya sekarang, bukan memperdebatkan “layak atau tidak layaknya” qanun syariah LKS. Karena masalah yuris pudensinya sudah jelas dan clear bagi Aceh. Terlepas dari upaya hukum ke MA yang diajukan LSM di Aceh.
Akan tetapi, yang akan kita catat ini adalah sisi operasionalnya secara tehnis (baca aplikasi dll). Hal inilah yang menjadi keluhan yang sempat dicatat Rameune di pengujung tahun 2020 dan di awal 2021 ini.
Persis, pada pertengahan Juli 2020 yang lalu, sebagian bank di Aceh sudah mengeluarkan “peringatan” untuk mengalihkan rekeningnya ke syariah.
Berikutnya, antara September dkeluarkan lagi peringatan bahw bank tersebut tidak akan melayani transaksi konvensional kecuali link dan chash dan lain-lain.
Nasabah yang patuh dan sangat patuh, termasuk penulis, segera mengalihkannya. Sesuai dengan instruksi bank bersangkutan. Dari sini juga awalnya, keluhan nasabah terhadap sistem pelayanan keuangan di perbankan syariah tadi bermula.
Termasuk nasabah yang diberikan dispensasi menggunakan nomor rekening bank konvensional.
Salah satu bentuk keluhan pada awalnya adalah, pelayanan pada transfer uang dari bank syariah ke konvensional atau bahkan sebaliknya.
Seringkali pengiriman uang para antar nasabah terkendala. Ada juga yang mengeluhkan soal pengurusan pinjaman (kredit) yang dinilai berbelit-belit.
Terhadap keluhan sistem syariah ini, segera saja dapat “tercerahkan” oleh kalangan ulama dan tokoh agama yang menilai sistem syariah sudah tepat.
“Kecuali tehnis pelaksanaan syariahnya yang perlu diperbaiki, kalau syariahnya secara hukum sudah bagus untuk ekonomi Islam,” kata Ustadz Khairuddin, M. Ag beberapa waktu yang lalu.
Pada penghujung tahun 2020 dan awal tahun 2021 inilah, muncul lagi kekecewaan para sebagian nasabah bank konvensional dan syariah di Aceh Selatan tersebut.
Bahkan, di antara nasabah yang mengeluh tadi, ada yang sebagian menilai sistem dan pelayanan perbankan itu “kacau balau”.
Entah apa penyebabnya, sampai tulisan ini dilansir tidak (belum) ada konfirmasi dari perbankan atas perubahan sistem keuangan perbankan dari konvensional ke syariah (konversi) perbankan tersebut.
Berikut beberapa “case” yang tercatat dari fenomena konversi itu, pertama sebagaimana disebutkan di atas tadi pengiriman uang terkendala.
Kedua, sistem transaksi dalam aplikasi android yang menggunakan SMS Banking dan anjungan tunai mandiri (ATM) dengan memakai kartu ATM.
Lebih specifik, keluhan yang dialami pemegang nomor rekening bank konvensional plus fasilitas mobile banking (SMS banking) dan kartu ATM adalah, saat melakukan transaksi bisnis
menggunakan aplikasi mocash pada salah satu bank. Tetapi, apa yang terjadi, pengiriman uang “tebusan” tidak bisa terlaksana dengan lancar. Jawaban di aplikasi adalah “transaksi gagal saldo tidak mencukupi”. Padahal, terang-terangan saldo masih cukup, terbukti ketika dikonfirmasi melalui info saldo.
Ironisnya lagi, transfer dari bank lain tidak bisa dikonfirmasi ulang melalui info saldo, sedangkan dalam pemberitahuan transfer bank lain masuk melalui aplikasi SMS Banking. Kelucuan lain, seperti pada informasi saldo berikut yang dicoba, memberi konfirmasi info saldo dengan nominal bertambah beberapa puluh ribu rupiah, tanpa ada yang mengirimkan ke nomor rekening dimaksud. Sedangkan yang terkirim sebagaimana disebutkan tadi sama sekali tidak bisa tercantum dalam info saldo.
Dari uraian di atas ini, sudah tentu ada yang bingung. Tetapi itulah faktanya. Sehingga tidak salah warga nasabah menyebut sistem perbankan di Aceh sedang “kacau balau”.
Sebagaimana disampaikan salah nasabah bank syariah di Samadua Aceh Selatan yang tidak disebutkan namanya pemilik toko bangunan, pihaknya mengeluh melakukan transaksi antar.
“Tiga hari baru uang kiriman tiba dan masuk rekening tujuan, itupun harus lewat ATM,” katanya seraya meminta pihak perbankan di sini dapat memperbaiki sistem pelayanan agar ekonomi tetap lancar. Kita, pun tidak menghitung jumlah kerugian akibat yang disebabkan oleh “kacau balau” perbankan tersebut.
Namun, berdasarkan keluhan-keluhan atas fenomena keuangan itu, para nasabah mengharapkan agar transaksi perbankan yang “kacau balau”, dapat diatasi dan diperbaiki.