Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang kesehatan, selama ini jadi impian masyarakat, tiba-tiba jadi “hujatan”. Itu terjadi di Aceh Selatan. Betapa tidak, kehadiran finger print yang diberlakukan pihak BPJS Cabang Tapaktuan, telah menyulitkan para peserta (baca pasien-red).
Setidaknya, untuk pasien di Aceh Selatan, pemberlakuan finger print, beberapa waktu yang lalu, bukan untuk mempermudah pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Tetapi sebaliknya, menimbulkan kesulitan, sampai-sampai ada yang menghujat dengan kata-kata “JS” tidak berkepribadian kemanusiaan.
Karena, bagi pasien yang sakit parah tidak mungkin langsung bisa datang untuk merekam sidik jari, bila hendak mengurus kesehatan termasuk menebus obat.
Tetapi, penjelasan BPJS, menarik untuk disimak, di mana, bagi yang sakit berat memang mekanismenya adalah rawat inap.
“Jadi sebetulnya, finger print itu hanya untuk pasien yang berobat rawat jalan,” demikian penjelasan BPJS.
Badan penyelenggara kesehatan itu adalah sebagai pihak yaang di berikan kewenangan khusus oleh pemerintah, untuk melaksanakan program (JKN – KIS).
Mereka terus berinovasi dalam upaya meningkatkan kepuasan peserta serta menjaga sustainabilitas program JKN KIS. Salah satunya adalah berupa penggunaan rekam sidik jari atau Finger Print, dimulai November 2021, baru lalu.
Meski berinovasi pada awalnya, program ini langsung “disambar” khalayak dengan hujatan.
Untung saja, para menejemen melakukan respon positif untuk meluruskan persoalan tersebut.
Menurut Suryo Sudikdo, dari staff bagian komunikasi BPJS, mekanisme digunakan untuk memberi kemudahan bagi peserta dan fasilitas kesehatan dalam pelayanan administrasi penjaminan pelayanan peserta di FKRTL, karena peserta JKN-KIS akan lebih cepat dalam mengurus proses administrasi dari sebelumnya dilakukan secara manual.
Jabatan resmi Suryo Sudikdo, Kepala Bidang SDM, Umum dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Cabang Tapaktuan dalam penyampaian pres realise untuk wartawan, menerangkan, pelaksanaan implementasi Finger Print berdampak pada eligibilitas peserta yang mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Dengan mekanisme seperti eligibilitas peserta dapat dipastikan secara cepat dan mudah dan dapat mencegah penyalahgunaan manfaat pelayanan kesehatan dari pihak yang tidak berhak atas pelayanan jaminan kesehatan.
Sesuai Permenkes RI nomor 16 tahun 2019, pemberlakuan Finger Print telah dimulai secara bertahap sejak triwulan I tahun 2019 dan secara penuh pada 1 Desember 2019.
“Namun seiring dengan meningkatnya penyebaran virus Covid-19 proses tersebut dihentikan untuk sementara waktu dan diberlakukan kembali pada 8 November 2021,” demikian katanya.
Menurutnya, peserta yang belum pernah melakukan perekaman Finger Print, untuk pertama kali akan dilakukan perekaman Finger Print terlebih dahulu saat mengakses layanan rumah sakit.
Perekaman ini sejatinya tidak butuh waktu lama hanya paling lama berkisar satu menit per peserta.
Sehingga, tidak sepantasnya persoalan finger print itu, menjadikan BPJS terus menerus dihujat.
Pemantauan Analisa, mendapat penjelasan dari BPJS, masyarakat lambat laun memahami fungsi dan manfaat finger print tersebut, sehingga persoalan hujat menghujat tidak ada lagi.
Boleh jadi, timbulnya hujatan atas finger print itu akibat ketiadaan sosialisasi penyelenggara kepada peserta.
Kembali kepada penjelasan tentang program finger print oleh BPJS, dimana program ini sangat mendukung efisiensi dan efektif pelayanan kesehatan.
“Pada saat-saat tertentu, ketika pasien datang menumpuk pada saat mengakses layanan di RSU, tentu akan menimbulkan antrian yang cukup ramai diruang tunggu. Oleh sebab itu, BPJS Kesehatan juga menghimbau agar peserta juga memanfaatkan antrian online melalui aplikasi Mobile JKN untuk mengakses layanan rumah sakit sehingga waktu datang ke rumah sakit dapat diatur sesuai estimasi nomor antrian yang diterima,” ujarnya.
Suryo Sudikdo menerangkan, peserta yang dijamin oleh program JKN KIS adalah peserta yang mengikuti alur pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kontak pertama peserta dalam akses layanan kesehatan adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) baik Puskesmas, Dokter Praktik Perorangan (DPP) ataupun Klinik Pratama, dimana peserta akan diperiksa oleh dokter.
Apabila peserta tidak dapat ditangani dokter di FKTP, maka akan dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) baik Rumah Sakit ataupun Klinik Utama. Dikecualikan dalam kondisi darurat peserta dapat langsung ke FKRTL melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD),” terangnya.
Peserta dengan diagnosa penyakit kronik dapat mengikuti Program Obat Kronis atau Program Rujuk Balik (PRB). Pelayanan obat kronis ditujukan bagi pasien dengan kondisi belum stabil yang membutuhkan obat untuk pemakaian rutin selama 30 hari setiap bulan sesuai indikasi medis.
Sedangkan pelayanan Program Rujuk Balik (PRB) diberikan kepada peserta JKN-KIS yang menderita penyakit kronis yaitu diabetes mellitus, hipertensi, jantung, asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), epilepsy, skizofren, stroke dan sindroma lupus eritematosus, dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di FKTP atas rekomendasi dari dokter spesialis/sub spesialis yang merawat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Suryo Sudikdo menyebutkan BPJS Kesehatan telah melakukan koordinasi teknis dengan RSU Yuliddin Away Tapaktuan perihal pemberlakuan kembali perekaman sidik jari kepada setiap peserta yang akan berobat di FKRTL. Kemudahan dalam penggunaan finger print ini tentunya akan mempersingkat waktu verifikasi berkas peserta, cukup dengan sidik jari peserta sudah dapat melakukan validasi kepesertaannya.
Jadi ketika pasien melakukan Finger Print tersebut data pasien sudah terekam dan akan muncul secara otomatis di sistem. Kedepannya mekanisme Finger Print ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan layanan kepada peserta dan meningkatkan kualitas Program JKN – KIS di era digital seperti sekarang, maka sedianya tidak lagi menjadi “hujatan”. (Masluyuddin)