RAMEUNE.COM – Ramadan bulan penuh berkah itu ternyata betul-betul terasa.
Apalagi untuk mereka yang betul-betul bisa memanfaatkan Bulan Suci itu dengan kegiatan bernilai ukhrawi dan duniawi.
Tulisan kali ini, tidak untuk membahas “berkah” dalam perspektif akhirat (ukhrawi), tetapi dalam konteks duniawi atau sosial sehari-hari.
Selamat datang Ramadan, selamat datang penganan khas Aceh Selatan, tampaknya klop untuk dijadikan tulisan singkat ini.
Betapa tidak! Setiap kali datangnya bulan Ramadan, setiap kali pula muncul penganan khas Aceh Selatan dari berbagai etnis budaya lokal.
Penganan khas itu, bisa jadi berupa makanan dan minuman berbagai jenis yang dijajakan pada waktu musiman. Seperti pada bulan puasa Ramadan tahun 1442 ini, penganan khas itu kembali muncul. Lapek Guci misalnya, dia hadir setiap tahun, tidak terkecuali tahun musim “pandemi ini”.
Lapek Guci, di Tapaktuan, jadi icon penganan sejak tahun 80-an dan secara turun temurun dibuat banyak warga terutama yang penduduk asli Tapaktuan.
Menurut penjual kue Ramadan di Jalan Sudirman Tapaktuan, kue Lapek Guci adalah kue yang berbahan baku beras ketan hitam yang dimasak dengan bahan bahan lain. Dia dibungkus dengan daun pisang dengan bentuk segitiga.
“Kue Lapek Guci yang benar-benar asli dengan rasa nikmat dan gurih serta wangi seperti tahun delapan puluhan sekarang sudah sulit didapat, karena pembuat kuenya langka dan bahannya yang khas sulit didapat,” kata perempuan paruh baya yang enggan disebutkan namanya itu.
Pada musim puasa Ramadan inipun, kue Lapek Guci tetap hadir dengan harga Rp.2.000/biji, tetapi bukan seperti Lapek Guci tahun 80-an lalu.
Dari mulut ke mulut, cerita Lapek Guci memang merangsang pembeli untuk menikmatinya, sehingga ada warga yang menjadikan kue itu menjadi kue pokok dalam berbuka puasa.
Takjil khas Tapaktuan ini, bahkan sengaja dipesan pembeli agar tidak ketinggalan mencicipinya pada setiap kali berbuka puasa.
Pada tahun 80-90an, kue Lapek Guci menjadi salah satu kue Favorit untuk disajikan kepada tamu khusus yang berkunjung ke Aceh Selatan.
Tidak kurang waktu itu, Gubernur Aceh Prof. Ibrahim Hasan dan Prof. Syamsuddin Mahmud menyukai penganan tersebut.
Waktu itu, diceritakan, kedua gubernur itu “wajib” dihidangkan kue Lapek Guci saat dipeusijuek di Pendopo Bupati Aceh Selatan.
Bahkan, sepulang dari kunjungannya di Aceh Selatan, kue tersebut menjadi “ole-ole”.
Kue lainnya yang khas adalah, kue boh rom-rom seperti disebut di Tapaktuan, kue onde-onde, juga menghiasi jajanan takjil bulan puasa Ramadan kali ini fi Tapaktuan. Kue ini dijual dengan harga Rp.1.000/biji.
Minuman khas berupa air tebu kilangan, juga menjadi kesukaan sebagian warga Tapaktuan dan sekitarnya seperti di Samadua. Di pusat penjualan penganan puasa Ramadan di Samadua yakni di sepanjang tanggul Gampong Ujung Tanah Samadua yang berbatasan dengan Gampong Arafah Samadua, berbagai penganan itu dijajakan penjaja atau pedagang musiman seperti kue dan minuman. Tidak ketinggalan air tebu dan kelapa muda.
Penganan lain yang meramaikan suasana menjelang berbuka puasa yakni buah kurma.
Pedagang mulai banyak terlihat menjajakan buah khas Arab itu.
Salah satunya di lokasi jajanan takjil menu berbuka puasa di Jalan Lintas Banda Aceh–Medan tepatnya di Depan Masjid Agung Istiqomah, Tapaktuan, Jumat, (16/4). Di lokasi itu, pada hari itu ramai “diserbu” pembeli.
Sehingga, salah seorang penjual, Sofwan, (30), mengaku kewalahan melayani pembeli.
“Alhamdulillah buah kurma masih merupakan makanan favorit masyarakat ketika memasuki Bulan Ramadhan,” katanya.
Terlepas dari banyaknya pembeli dan sebesar apa keuntungan yang diraup pedagang spontan di Bulan Ramadan, atau berapa banyak yang menikmati kue penganan khas Aceh Selatan, ternyata Bulan Ramadan yang penuh berkah ini, benar-benar telah menyediakan “berkah” bagi berbagai sisi.