Rameune.com, Pontianak – Akademisi terutama dari perguruan tinggi negeri (PTN) dilarang masuk politik praktis. Mereka harus memilih mundur dari jabatan atau tetap menjadi akademisi.
Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, perguruan tinggi terutama PTN itu bukan milik satu kelompok dari calon atau partai tertentu. Sebaliknya, PTN merupakan milik semua orang yang bertugas mengayomi atau menginspirasi semua spektrum.
Oleh karena itu, dia meminta PTN untuk menjaga netralitasnya. Akademisi tidak hanya dilarang masuk politik praktis pada saat pemilihan kepala daerah namun juga pemilihan umum tahun depan.
Mantan menkominfo ini menjelaskan, adalah suatu hak masyarakat jika ingin terjun ke politik. Akan tetapi, tegasnya, Kemendikbud selaku penanggung jawab PTN tidak memperbolehkan apabila ada rektor maupun dosen yang menjadi basis pendukung calon atau partai tertentu.
Seperti Rektor Unnes (Soedijono Sastroatmodjo) di pemilihan gubernur jateng dia harus mundur. Dia sudah mundur untuk menjaga netralitas PTN. begitu pula dengan dosen, dia juga harus mundur, katanya saat dies natalis ke 54 Universitas Tanjung Pura.
Daripada terjun ke politik praktis, ujar Nuh, dia mengharapkan agar PTN lebih baik menjadi pusat unggulan budaya dibidang akademik. Salah satu cirri tumbuhnya budaya akademik ialah dosen dan mahasiswa gemar melakukan penelitian di laboratorium. Dia berujar, kementerian pun berkomitmen untuk memberikan subsidi penelitian.
Menurut dia, mulai tahun ini 30 persen dari Bantuan Operasional PTN (BO PTN) harus mendukung kegiatan riset. Misalkan saja, Untan mendapatkan BO PTN sebanyak Rp15 miliar maka 30 persen dari jumlah itu harus disisihkan untuk riset. Riset untuk apa saja. Tidak dibatasi.
“Kami harap PTN tidak terjebak dengan suasana kesantaian agar tidak tertinggal jauh dengan lainnnya,” terangnya.
Okezone.com