Rameune.com, Banda Aceh – Program Studi Ilmu Politik Fisip Unsyiah menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Pilkada Aceh 2022 atau 2024”, Tema ini diangkat sejalan dengan ketetapan pemerintah pusat yang ingin melaksanakan pemilu serentak pada tahun 2024 mendatang.
Seminar ini mengundang tiga pemateri yang berada pada posisi penting baik di tingkat pemerintah daerah hingga pemerintah pusat juga komisioner yang mengurus pelaksanaan pilkada Aceh, yaitu Anggota Komisi II DPR RI, H. Muhammad Nasir Djamil, M. Si., ketua Komisioner KIP Aceh, Samsul bahri, S. E., MM., dan Anggota Komisi A DPRA, Ir. H. Azhar Abdurrahman.
Seminar Nasional ini diselenggarakan secara online menggunakan aplikasi Zoom Meeting dan dihadiri oleh 304 orang yang terdiri dari seluruh kalangan masyarakat umum baik politisi, pengurus partai politik, praktisi penggiat pilkada, kalangan KIP kota di Aceh, dosen, pengamat politik, dan juga didominasi oleh mahasiswa Aceh khususnya, Kamis (10/12/20).
Ketua panitia, Khalisni S. IP MPA mengatakan bahwa acara ini dilaksanakan dengan tujuan memberi ruang terhadap gagasan pelaksanaan pilkada di Aceh yang akan dihadapkan dengan dua aturan main pilkada tersebut.
“Semoga dengan adanya seminar ini akan ada masukan bagi pengambil kebijakan dalam menata sistem dan penyelenggaraan pilkada di Aceh.” katanya
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Dr. Mahdi Syahbandir, S. H., M. Hum. dalam kata sambutannya juga mengatakan bahwa dengan adanya acara ini dapat menjadi bahan kajian dalam bidang ilmu politik yang bisa digunakan oleh dosen dan juga mahasiswa.
“Kita harapkan dari seminar ini nantinya kita mendapat pandangan dari pakar-pakar politik dan bisa menjadi bahan kajian yang penting khususnya bisa berguna bagi dosen dan mahasiswa dari prodi ilmu politik.” ujarnya
Kegiatan seminar nasional ini dimulai dengan pandangan ketiga narasumber terkait tema yang diusung dan dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab dengan para peserta seminar.
Menurut narasumber pertama, Nasir Djamil menjelaskan bahwa terkait dengan tema yang diusung, adanya jawaban dari Kemendagri atas surat pelaksanaan pilkada 2022 yang tergantung atas keputusan politik pemerintah komisi II dan KPU.
“Surat itu sebenarnya ingin menjawab bahwa 2022 belum pasti dilaksanakan pilkada Gubernur di Aceh dan sejumlah kabupaten kota.” kata Nasir
Jika dilihat secara hukum, menurut UUD daerah Aceh periodesasi pemerintah daerah Aceh adalah 5 tahun. Maka pemerintah daerah Aceh akan diganti pada tahun 2022. Namun jika merujuk pada model yang dinilai konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi, maka ada kemungkinan pelaksanaan pilkada di Aceh akan serentak dilaksanakan pada tahun 2024.
“Tapi itu adalah hukum. Disamping hukum ada juga politik. Pertanyaannya adalah seberapa besar posisi tawar politik Aceh terhadap pusat? Bagaimana kekuatan politik di Aceh untuk bisa meyakinkan pemerintah pusat bahwa Aceh tetap merujuk pada hukum yang ada yaitu undang-undang pemerintah Aceh.” ujar Nasir
Kemudian menurut pandangan Azhar Abdurrahman selaku anggota komisi A DPRA atas pilkada Aceh bahwa kegiatan pilkada di Aceh diharapkan bisa terlaksana pada tahun 2022 karena ini merupakan siklus yang keempat dari kegiatan pemilihan pemerintah Aceh sejak tahun 2006 silam.
Azhar Abdurrahman juga menambahkan bahwa perlu adanya komunikasi politik antara DPR RI, KPU, dan Kemendagri. “DPR Aceh memandang bahwa perlu membangun komunikasi politik untuk menjelaskan bahwa proses pengawalan penyelenggaraan dari MoU Helsinki butuh pemimpin yang legitimasi bangi masyarakat Aceh yang berlangsung secara demokratis.
Sementara itu Samsul Bahri selaku ketua KIP Aceh memberi pandangan terkait tema kegiatan ini bahwa dapat diketahui bahwa Aceh sebagai provinsi yang memiliki kekhususan seperti yang tertuang dalam UUD pasal 18 B ayat 1 dan kaitannya dengan pelaksanaan pilkada, seharusnya Aceh bisa melaksanakan pilkada pada tahun 2022. “Menurut kami sebagai penyelengara di Aceh, pilkada Aceh itu harus dilaksanakan pada tahun 2022 di 20 kabupaten dan 1 provinsi minus 3 kabupaten. Karena ini sebuah marwah bagi masyarakat Aceh.
Samsul bahri juga menambahkan pandangannya terkait adanya surat balasan dari kemendagri atas pelaksanaan pilkada di Aceh pada tahun 2022 bisa dilaksanakan namun atas koordinasi antara pemerintah Aceh dan DPRA.
Sementara itu dari beberapa poin diskusi di dapatkan bahwa adanya dampak pelaksanaan pilkada Aceh tahun 2022 atau 2024 bahwa jika dilaksanakan pilkada pada tahun 2024 takut adanya kekosongan jabatan dan konflik di Aceh. Selain itu akan adanya permasalahan dalam APBA yang berlangsung 2 kali selama 2 tahun sebelum 2024. Dan jika dilaksanakan di tahun 2022 bisa kita peroleh pemimpin yang memiliki legitimasi dan pemimpin terbaik yang dipilih oleh rakyat sehingga bisa meredam konflik sosial di dalam masyarakat Aceh.
Moderator pada seminar hari ini, Nofriadi S. IP., M. IP juga menambahkan kesimpulan atas diskusi dan seminar hari ini bahwa perlu adanya koordinasi antara pemerintah daerah Aceh dan pemerintah pusat atas permasalahan ini dan menurut penyelenggara pemilihan Aceh yaitu KIP Aceh sudah siap untuk melaksanakan pilkada pada tahun 2020.