Tahu ga sih? Teh adalah jenis minuman kedua terbanyak dikonsumsi di seluruh dunia setelah air putih. Ya penulis juga baru tahu, selama ini saya pikir kopi yang menempati posisi tersebut. Maklum, karena saya lebih suka minum kopi dibandingkan teh.
Apalagi di Indonesia sendiri kita mengenal istilah “ngopi” ketika mengajak kerabat atau keluarga duduk bersama. Sangat jarang sekali kita mengenal istilah “ngeteh” bukan?
Baca juga: Legenda danau toba dan hikmahnya
Daftar isi
Dikutip dari statistica, daya konsumsi teh semakin meningkat pertahunnya. Bahkan pada tahun ini saja (2022) akan menghabiskan 6,9 miliar kilogram teh dan diprediksi akan menyentuh angka 7,4 miliar kilogram yang dihabiskan pada tahun 2025. Angka yang sangat fantastis.
Baiklah, sesuai dengan judul artikel ini, penulis ingin menuliskan sedikit informasi tentang teh, mulai dari penemuan hingga teh dikomersilkan. Biar lebih enjoy, jangan lupa siapkan kopi selama membaca artikel ini, maksud saya teh.
Sekitar 6000 tahun yang lalu, seorang petani kebangsaan Cina bernama Shennong (神农) berkelana untuk menemukan makanan yang sehat dan obat untuk masyarakat lainnya.
Ini bertujuan sebagai solusi mengatasi kelaparan dan mengurangi angka penyakit pada saat itu.
Singkat cerita, Dia memulai mengeksplorasi hutan belantara dan gunung-gunung. Hingga pada suatu hari Shennong menemukan 72 jenis bijian dan tumbuhan yang ia pikir aman untuk dimakan.
Saat itu dia hampir mati karena keracunan berbagai jenis tumbuhan herbal yang Dia konsumsi.
Shennong merasa sangat lemas dan terjatuh, Dia akhirnya mencoba menggapai jenis dedaunan lain yang berada didekatnya. Dia langsung mengunyah daun tersebut tanpa pikir panjang, secara mengejutkan Shennong kembali bugar dan bisa berdiri kembali.
Takjub dengan efek dari dedaunan ini, Ia memutuskan untuk membawa pulang beberapa helai daun yang telah menyelamatkan hidupnya.
Sesampai di kampung halaman, Dia langsung memberitahukan tentang keberadaan “daun ajaib” kepada masyarakat lainnya. Dan ya, inilah sejarah singkat bagaimana teh ditemukan untuk pertama kalinya. Omong-omong, ini berdasarkan sumber dari Legenda kuno Cina ya.
2000 tahun semenjak penemuannya, orang Cina menggunakan daun teh sebagai makanan pokok sehari-hari dan juga sering dimakan dengan bubur. Diperkirakan 1500 tahun yang lalu, barulah bangsa lainnya di seluruh dunia sadar akan kenikmatan dari daun teh .
Berbagai kalangan di Cina mulai meneliti cara meracik jenis teh terbaik . Pada akhirnya, sekitar abad ke-8 di masa pemerintahan Dinasti Tang ditetapkanlah standarisasi cara penyeduhan teh.
Adapun cara penyajiannya daun teh dibungkus/disatukan, kemudian digiling sampai halus menjadi bubuk, selanjutnya bubuk teh kan diseduh dengan air panas. Orang Cina menyebut minuman ini sebagai “Mo Cha” (抹茶), hari ini dikenal dengan nama “Matcha”.
Selama kekaisaran Dinasti Tang pada abad ke-8, matcha menjadi sangat populer di Cina saat itu dan menandai kelahiran budaya minum teh yang digalakkan oleh bangsa Cina.
Teh menjadi topik utama di buku-buku mereka, bahkan karya seni seperti puisi dan lukisan juga ikut mengangkat tema tersebut.
Para seniman saat itu menggambar berbagai objek diatas gelembung teh dan menaikkan harga jual teh tersebut. Pada hari ini kita dapat menemui warisan ini di kafe atau restoran yang ada diseluruh dunia.
Para barista menggambar di atas gelembung teh atau kopi yang bisa meningkatkan daya tarik konsumen.
Pada abad ke-9, biksu Zen yag berasal dari Jepang merantau ke negeri tirai bambu untuk belajar lebih dalam tentang teh. Dialah orang pertama yang membawa pulang tanaman teh ke Jepang.
Singkat cerita, bangsa Jepang memiliki cara tersendiri dalam menikmati teh dan pada akhirnya teh menjadi bagian yang sangat krusial dalam budaya Jepang seperti yang tertuang dalam Tea Ceremony (perayaan teh).
Beranjak ke abad 14, pemerintahan Dinasti Ming, pendiri kekaisaran Zhu Yuanzhang (朱元璋) memutuskan bahwa cake tea atau kue pendamping teh tidak lagi menjadi budaya mereka. Dengan kata lain, ritual minum teh hanya minum teh murni saja tanpa hidangan lain.
Adapun alasan kaisar Zhu adalah untuk mempertahankan originalitas dari teh itu sendiri. Dia mengenang bahwa tanaman teh lah yang dulunya meningkatkan taraf ekonomi kerajaan mereka dari hasil penjualan. Sama sekali bukan karena cake tea.
Hmm, sepertinya beliau ini terlalu fanatik sama teh. Eh mungkin juga untuk menghormati peran teh dalam ekonomi mereka kali ya? Tapi tunggu dulu, coba lanjut deh bacanya.
Sebenarnya ada fakta menarik dibalik fanatisme Zhu Yuanzhang dalam menjaga tradisi teh. Suatu ketika, ada seorang biksu yang sedang melakukan meditasi di puncak gunung Wuyi. Confucius, seorang filosofi, politisi, dan juga seorang guru dari Cina yang hidup pada tahun 551 – 479 BCE.
Saat itu biksu berniat untuk membuat Confucius takjub dengan teh buatannya. Pergilah sang biksu turun gunung untuk menyiapkan cemilan pendamping teh. Sebagai seorang yang taat, biksu ingin tetap patuh pada ritual leluhur cina yang dikenal dengan istilah “gongfu”. Ritual ini dipertahankan turun-temurun oleh bangsa Cina termasuk sang biksu.
Akan tetapi, saat sang biksu kembali, Confucius berkata “Mengapa Anda menghabiskan banyak waktu hanya untuk menyiapkan segelas teh? Anda cukup mengambil bubuknya dan menyeduh dengan air panas. Hidup ini terlalu singkat, jangan menghabiskan banyak waktu untuk hal-hal yang sederhana”.
Pada saat kekaisaran Zhu juga, Cina masih menjadi penguasa dalam pengadaan tumbuhan teh untuk dieskpor ke seluruh dunia. Teh menjadi salah satu komoditi yang paling berpotensi di negara mereka, disamping porselen dan sutra.
Hal ini memberikan Cina kekuatan besar dalam mempengaruhi orang di seluruh dunia untuk meminum teh dan ekonomi mereka meningkat secara signifikan.
Pada awal tahun 1600, para pedagang dari Belanda membawa pulang teh ke Eropa untuk pertama kalinya. Dan disinilah awal mula kecintaan orang Eropa terhadap teh dan bertahan sampai hari ini.
Sebenarnya lidah orang Eropa tidak bisa langsung familiar dengan rasa teh. Akan tetapi sampailah saat dimana ratu Catherine of Barganza mencicipi teh untuk pertama kali.
Satu tegukan teh hitam yang dia minum langsung membuatnya jatuh hati. Sang ratu kemudian memberitahu kepada suaminya, yang tak lain adalah Raja Charles II of England.
Sama sepertiistrinya, Raja Charles sangat menyukai rasa dari teh dan kemudian dia merekomendasikan minuman ini ke kerabatnya yang lain.
Singkat cerita, ketika Britania Raya mendominasi dunia pada era 1600-an dan 1700-an, minuman teh juga ikut mendominasi seluruh dunia. Bahkan pada pertengahan 1700, harga teh 10 kali lebih mahal dibandingkan kopi. Pada saat itu, tumbuhan teh masih tumbuh di negara Cina saja.
Perdagangan teh menjadi sangat luas dan menjadi usaha yang paling menjanjikan bagi orang di seluruh dunia. Bahkan karena tren ini, terciptalah kapal berlayar paling cepat di dunia yang dinamai The Clipper Ship.
Sesuai dengan namanya “Clipper” yang berarti pemotong, dalam hal ini memotong rutte pelayaran dengan waktu yang sangat cepat. The clipper berlayar ke Cina dari Eropa, para pedagang asal Eropa membeli teh di negeri tirai bambu untuk menjualnya kembali di negara mereka.
Persaingan antar pedagang saat itu juga meningkat drastis, mengingat sangat banyak sekali perusahaan yang menggelut usaha di bidang teh.
Britania Raya membeli teh di Negeri Cina dengan menggunakan perak sebagai alat tukar. Tapi seiring berjalannya waktu, perak menjadi sangat mahal.
Kemudian pemerintah Britania Raya menawarkan opsi alat tukar lainnya yang dianggap sepadan dengan teh, yaitu opium. Ya, Anda tidak salah dengar, seperti kita ketahui opium adalah tanaman yang dijadikan sebagai bahan baku untuk obat-obatan.
Penulis juga masih belum bisa memastikan, ini rencana busuk Britania Raya atau bukan. Tapi memang sepertinya rencana ini telah disusun rapi oleh Britania. Karena dengan adanya opium menyebabkan masyarakat Cina menjadi kecanduan.
Bahkan pemerintah Cina menyatakan bahwa mereka menghadapi masalah kesehatan yang besar dalam sejarah. Akhirnya pada tahun 1839, kekaisaran Cina memerintahkan untuk memusnahkan opium yang tersisa di negara mereka. Alhasil, lebih dari 1,400 opium dihilangkan.
Hal ini juga membuat Cina geram terhadap Britania Raya yang menyebabkan hubungan kedua negara ini merenggang. Perang pun terjadi beberapa tahun kemudian yang menyebabkan adanya pertumpahan darah di pantai Cina.
Singkat cerita, Britania berhasil menaklukkan berbagai kota besar di Cina dan mengambil alih kota Nanjing pada tahun 1842.
Karena kewalahan, akhirnya Cina dipaksa untuk menandatangani perjanjian untuk pembebasan kota Nanjing. Mereka harus membayarkan sejumlah uang ke Britania, dan merelakan pulang Hong Kong jatuh ke tangan British.
Akibat perang Opium ini membuat Cina lumpuh di segala sektor untuk beberapa abad. Begitulah dahsyatnya zat adiktif, bisa menghancurkan suatu bangsa. Maka pesan penulis, jangan pernah coba-coba dengan narkoba ya!
Hasil dari perjanjian Nanjing membuat Britania melanjutkan perdagangan teh dengan Cina. Akan tetapi mereka lebih leluasa dalam melakukan impor. Seperti menentukan jumlah minimal teh yang harus dipenuhi oleh Cina.
Penjajahan Britania tidak berhenti disitu, sampai mereka benar-benar ingin memulangkan ribuan tanaman teh untuk ditanami di tanah mereka.
Memanfaatkan krisis yang ada di Cina, Britania lebih leluasa untuk melakukan kapitalisasi. Walaupun mereka sudah menyepakati perjanjian Nanjing, tapi Britania masih ingin lebih.
Tanaman teh saat itu hanya tumbuh di Cina saja, dan mereka tidak mau menjualnya ke Britania Raya.
Tapi ada sebuah perusahaan yang bernama The British East India Company yang sangat ingin membawa pulang tanaman teh dan berharap bisa menumbuhkannya di daerah tropis. British mempunyai visi yang besar untuk mengalahkan Cina dalam perdagangan teh.
Akhirnya diutuslah seorang ahli tumbuhan yang bernama Robert Fortune untuk mempelajari karakteristik tanaman teh. Fortune menyamar menjadi buruh/petani teh untuk mendapatkan ilmu dari bangsa Cina.
Fortune menyelundupkan lebih dari 13,000 jenis spesies teh dan 10,000 bibit. Dia berhasil melancarkan aksinya setelah melakukan perjalanan berbahaya yang melewati daerah pegunungan Cina.
Tak hanya itu, dia juga berhasil merekrut beberapa petani teh yang berpengalaman dan berhasil kabur dengan mereka melalui Darjeeling, daerah India yang berbatasan dengan Cina.
Strategi ini akhirnya mengantarkan kesuksesan besar bagi Britania dalam memonopoli teh. Mereka sudah tahu bagaimana cara menanam, merawat, dan memanen teh dengan baik. Budidaya dan produksi dilakukan di beberapa daerah India yang telah mereka kuasai.
Tak butuh waktu lama, Britania Raya berhasil menggeser Cina sebagai negara nomor satu importir teh terbesar di dunia. Dengan adanya pristiwa ini, membuat negara-negara lain ikut menanam teh di negaranya sendiri.
Pada paruh kedua abad ke-19, daya ekspor teh dari Cina menurun drastis dari 130,000 ton menjadi 9,000 ton pertahun.
Cina telah kalah dalam perdagangan teh dan mereka berada dalam keadaan krisis selama ratusan tahun semenjak penjajahan ini. Baru pada pertengaha tahun 1950-an mereka bangkit kembali. Akan tetapi tetap tidak bisa mengembalikan titel mereka sebagai eksportir teh terbesar di dunia. Bahkan sampai hari ini.
Ada dua sudut pandang yang bisa kita ambil berdasarkan tulisan diatas, terutama pada fase penyebaran teh. Kalau Britania tidak membawa pulang bibit dan spesies teh ke negara mereka, mungkin sampai hari ini manusia belum bisa menikmati nya secara global.
Pelajaran kedua, kita tidak harus selalu percaya dengan kolega atau rekan bisnis, lihat betapa hancurnya Cina setelah rakyat mereka kecanduan akan opium.
Sekian dulu untuk artikel sejarah teh yang saya coba rangku dari berbagai sumber, jika teman-teman punya masukan atau ingin berbagi pengalaman ngeteh nya, tulis saja di kolom komentar ya.